Sabtu, 15 Desember 2012

Secangkir Cokelat Hangat


Aku pernah punya masa lalu yang, ehm, berkesan. Masa lalu itu tentang kehidupan cintaku. Mungkin waktu itu aku berpikir, aku telah menemukan orang yang tepat. Tapi tahukah kau? Selama kincir angin masih berputar, semuanya bisa berubah.

Namanya adalah, kalo dibalik jadi, oyitesarp mana. Oke, panggil saja Dakocan. Dakocan tinggi, putih, dan lumayan ganteng sih, tapi nggak banget-banget. Yang aku suka darinya itu bukan fisiknya, melainkan dirinya. Yah, dirinya. Everything about him, I loved! Caranya memperlakukanku, ehehe. 

Pertamanya sih kita sahabatan. Kita bersahabat karena terjebak dalam ruang kelas yang sama selama tiga tahun berturut-turut. Itu membuat kita sangat akrab dan menyayangi satu sama lain—sebagai sahabat. Tidak ada yang memulai, tidak ada yang mengakhiri, semua berlalu begitu saja. Yang awalnya indah, menjadi derita, dan akhirnya kita takkan pernah tahu. That’s love!

Meskipun waktu diputar kembali, aku tetap tidak akan menyesali semua itu, meski juga kini semua itu hanya kenangan. Kenangan yang ada es campur di dalamnya. Sedih dan senang bercampur jadi satu, hingga aku bingung, tak ada waktu untuk mengelompokkan satu-satu. Aku malah harus berterima kasih pada Dakocan, karena dia telah hadir di hidupku, di masa putih abu-abuku, aku jadi bisa merasakan bagaimana repotnya jatuh cinta. Orang-orang itu aneh, jatuh cinta itu kan ribet, kok ya malah seneng? Kayak aku dulu sih. Hehehe.

Dakocan membuatku selalu merasa nyaman setiap di dekatnya. Dakocan sangat baik padaku. Ah, gimana jadinya kalo akhirnya Dakocan menikah dengan Tinky Winky? Dakocan itu ibarat secangkir cokelat hangat yang diseruput di atas genteng di musim penghujan, setelah hujannya reda sambil menikmati angin jam satu pagi yang menusuk-nusuk tulang. Hangat dan menenangkan. apalagi ditemani bintang-bintang di langit.

Kincir angin memutar kita kemana pun ia mau. Kalau sebelumnya aku dibumbungkannya terbang ke atas awan-awan pink yang penuh cinta, sekali ini aku dihempaskannya ke dasar tanah. Dakocan nggak bisa melanjutkan perjalanan cintaku. Dia meminta maaf padaku, karena mengecewakanku. Dia ingin tetap jadi sahabatku, sementara bukan lagi untukku tapi untuk orang lain, sementara hatiku masih untuknya. Menyakitkan! Perih! Tapi di situlah aku mengerti artinya bersahabat yang tulus.

Memang godaan terbesar saat memiliki sahabat lawan jenis adalah menyukainya. Hah, dan selamat untukku dan Dakocan yang telah melewati masa menjengkelkan tapi menyenangkan itu. Aku senang sekaligus sedih. Dakocan benar-benar sosok yang nyaris sempurna yang harusnya menjadi jodohku. Hahaha.

Pada akhirnya, dicintai atau pun mencintai, adalah harus menerima. Aku memang pernah mencintai Dakocan. Dan akhirnya harus kuterima juga kalau aku dan Dakocan tidak bisa bersama. Itulah salah satu definisi cinta, menerima.


Apapun makanannya, apapun yang terjadi, Dakocan tetap secangkir cokelat hangat setelah hujan reda. Manis, hangat, dan dan selalu kurindukan.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda